- IDXCarbon Jajakan Unit Karbon 90 Juta Ton Co2e Hingga Ke Brazil
- OJK Dinilai Memble, Kini Hasil Penyelidikan Investasi Telkom Pada GOTO Ditunggu
- Suara yang Dikenal dan yang Tidak Dikenal
- Sampah Akan Jadi Rebutan Sebagai Sumber Bahan Bakar
- Tenun Persahabatan: Merajut Warisan India dan Indonesia dalam Heritage Threads
- Manfaat Membaca yang Penting Kamu Ketahui
- Kisah Hanako, Koi di Jepang yang Berumur Lebih dari 2 Abad
- Hadiri Pesta Rakyat 2 di Manado, AHY Tegaskan Pentingnya Pemerataan Pembangunan Kewilayahan
- PFI Kepri Sambangi KSOP Batam, Perkuat Sinergi dan Semangat Foto Jurnalistik Maritim
- Belajar dari Makkah: Potensi Bio-Energi di Balik Sistem Pengolahan Limbah Modern
Laporan Terbaru Ungkap Tekanan Industri Luar Biasa Besar Atas Wilayah Adat di Indonesia

JAKARTA - Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal di Seantero Dunia menyerukan pengakuan hak atas tanah, perlindungan pembela lingkungan dan pembiayaan langsung di COP30. Laporan terobosan yang diterbitkan hari ini oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Global Alliance of Territorial Communities (GATC), sejumlah federasi regional masyarakat adat dan Earth Insight mengungkap tekanan industri yang luar biasa besar terhadap wilayah adat di Indonesia.
.jpg)
Baca Lainnya :
- 5 Hal yang Perlu Kamu Tahu Tentang COP/Konferensi Iklim Tahunan PBB0
- Nilai Tukar Petani Turun 0,02 Persen Pada Oktober 20250
- Lomba IG Reels ISDS Soal APEC: Diplomasi Publik Kreatif Pererat Hubungan Indonesia–Korsel0
- Greenpeace MENA dan GEFI Rilis Kajian Baru: Polusi Batu Bara Sebabkan Jutaan Kematian Tiap Tahun 0
- Alasan PM India Modi Tak Hadiri KTT ASEAN: Kaitan dengan Trump?0
Dalam satu dekade terakhir,
lebih dari 11,7 juta hektare wilayah adat telah dirampas, sehingga memicu
hampir 700 konflik lahan. Laporan berjudul Wilayah Masyarakat Adat dan
Komunitas Lokal di Garis Depan: Pemetaan Ancaman dan Solusi di Hutan Tropis
Terbesar di Dunia menyajikan analisis spasial yang baru dan
komprehensif mengenai ancaman dari industri ekstraktif yang dihadapi masyarakat
adat yang menjaga hutan, lahan gambut dan mangrove kritis di berbagai wilayah
Nusantara dan wilayah lain di dunia. Laporan juga menawarkan berbagai solusi
untuk mengatasi ancaman tersebut.
Kolaborasi baru ini – yang menggabungkan analisis geospasial, data tentang masyarakat, dan studi kasus – merupakan bagian dari penilaian global yang mengkaji berbagai ancaman di wilayah Amazonia, Kongo, Indonesia dan Mesoamerika. Bersama-sama, wilayah tersebut mencakup 958 juta hektar hutan tropis yang dikelola oleh 35 juta orang.
(1).jpg)
Temuan dari Indonesia
memperlihatkan bahwa kegiatan pertambangan, minyak dan gas, pengusahaan hutan
dan proyek energi panas bumi telah melemahkan sistem tata kelola masyarakat
adat atas 33,6 juta hektar wilayah adat yang melindungi keanekaragaman hayati esensial
dan menjaga stabilitas iklim.
Terbit menjelang acara
COP30 di Brasil, laporan ini bertujuan membangun urgensi terhadap prioritas kebijakan dan solusi dari masyarakat adat dan
komunitas lokal, dan mempengaruhi agenda iklim global dengan menunjukkan bahwa
hak teritorial masyarakat adat dan komunitas lokal tidak dapat dipisahkan dari
upaya pencapaian tujuan internasional terkait iklim dan keanekaragaman hayati.
Temuan dalam laporan
memperlihatkan adanya krisis di Indonesia:
●
Tanah Masyarakat Adat Terkepung: Enam juta hektar lahan masyarakat adat
tumpang tindih dengan areal izin pengusahaan hutan, 1,6 juta hektar tumpang
tindih dengan blok minyak dan gas, dan hampir satu juta hektar tumpang tindih
dengan areal izin usaha pertambangan.
●
Perampasan Tanah secara Sistematis: Dari tahun 2014 sampai 2024,
masyarakat adat di Indonesia kehilangan 11 juta hektar wilayah adat, sedangkan
pemerintah baru mengakui kurang dari 1% dari total wilayah masyarakat adat
seluas lebih dari 25 juta hektar. Sementara itu, pemerintah telah menerbitkan
izin atas 23,8 juta hektar lahan untuk perkebunan kelapa sawit, 18,8 juta
hektar untuk kegiatan pengusahaan hutan, dan 9 juta hektar kepada perusahaan
tambang.
●
Krisis O'Hongana Manyawa: Lebih dari 65.000 hektar wilayah masyarakat
adat O'Hongana Manyawa – salah satu masyarakat pemburu-peramu nomaden terakhir
di Indonesia dengan sekitar 500 orang yang hidup dalam isolasi sukarela –
tumpang tindih dengan areal izin pertambangan. Sedikitnya 19 perusahaan tambang
beroperasi di wilayah masyarakat O’Hongana Manyawa yang belum tersentuh kontak
luar.
“Perluasan tambang, sawit
dan berbagai proyek pembangunan lainnya telah merampas lebih dari 11,7 juta
hektar wilayah adat dalam satu dekade terakhir,” kata Rukka Sombolinggi,
Sekretaris Jenderal AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara). “Dunia harus
tahu: keberlanjutan hanya bisa tercapai melalui kedaulatan masyarakat adat.”
Penilaian ini terbit pada saat masyarakat adat di Indonesia menghadapi tekanan yang semakin berat, bukan dari industri ekstraktif saja, melainkan juga dari berbagai proyek yang dibenarkan atas nama “transisi hijau”, karena banyak logam yang ditambang untuk kepentingan energi alternatif, serta lahan yang dimanfaatkan untuk proyek tersebut, tumpang tindih dengan wilayah adat.
.jpg)
Pemerintah Indonesia telah
memberikan izin usaha atas areal hutan yang sangat luas kepada perusahaan
perkebunan kelapa sawit, hutan tanaman industri dan tambang, sedangkan
masyarakat adat, yang sudah melindungi hutan secara turun-temurun, justru
mendapat pengakuan hukum yang minim dan terpaksa menghadapi penindasan
sistematis apabila menolak perampasan tanahnya dan eksploitasi sumber dayanya.
Selain mendokumentasikan
berbagai ancaman, laporan ini juga menyoroti beberapa solusi transformatif yang
dipimpin oleh masyarakat adat dan sedang berkembang di Indonesia:
●
Di Pulau Flores di Kepulauan Wallacea, masyarakat Gendang Ngkiong
berhasil mengklaim kembali 892 hektar tanah adat melalui pemetaan partisipatif
dan reformasi hukum, sehingga memperoleh pengakuan berdasarkan peraturan
perundang-undangan baru tentang masyarakat hukum adat.
●
Di Sumatera Utara, masyarakat Ompu Umbak Siallagan berhasil memperoleh
pengakuan hukum atas tanah adatnya setelah berjuang selama puluhan tahun
melawan perusahaan HTI, sehingga ditetapkan suatu preseden hukum penting bahwa
keberadaan masyarakat adat dalam hutan adat, bahkan apabila hutan tersebut
sudah dibebani izin perusahaan, tidak merupakan tindak pidana.
Laporan ini berlandaskan
pada Deklarasi Brazzaville dan Lima Tuntutan GATC, yaitu:
menjamin hak masyarakat adat dan komunitas lokal atas tanah; menjamin penerapan
prinsip Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan (Padiatapa atau
FPIC); memastikan bahwa pembiayaan langsung mencapai masyarakat; melindungi
nyawa pembela lingkungan; dan mengintegrasikan pengetahuan tradisional ke dalam
kebijakan global. Tuntutan tersebut memberikan peta jalan yang jelas bagi
pemerintah, penyandang dana dan lembaga untuk beralih dari kegiatan ekstraktif
menuju regenerasi.
“Tanpa adanya tindakan tegas untuk menegakkan hak dan mendukung pengelolaan yang dipimpin oleh masyarakat adat, maka umat manusia tidak akan mampu mencapai tujuannya mengenai iklim dan keanekaragaman hayati,” kata Juan Carlos Jintiach, Sekretaris Eksekutif, GATC. “Padahal, dengan mengikuti kearifan dari masyarakat yang telah melindungi ekosistem selama berabad-abad, dunia memiliki peta jalan yang nyata menuju regenerasi.”
.jpg)
“Bukti sudah jelas: tanpa adanya pengakuan atas hak
teritorial, penghormatan terhadap prinsip Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal
Tanpa Paksaan, maupun perlindungan terhadap ekosistem yang menopang kehidupan
kita semua, maka tujuan global tentang iklim dan keanekaragaman hayati tidak
dapat tercapai,” kata M. Florencia Librizzi, Wakil Direktur, Earth Insight.
“Kita harus mengakui dan
memperkuat model pengelolaan dan tata kelola berbasis masyarakat, yang telah
menunjukkan jalan menuju masa depan yang adil dan regeneratif.”
“Perluasan tambang, sawit
dan berbagai proyek pembangunan lainnya telah merampas lebih dari 11,7 juta
hektar wilayah adat dalam satu dekade terakhir. Dunia harus tahu: keberlanjutan
hanya bisa tercapai melalui kedaulatan masyarakat adat,” ujar Rukka
Sombolinggi, Sekretaris Jenderal AMAN
Tentang Global Alliance of
Territorial Communities (GATC)
Global Alliance of
Territorial Communities atau
Aliansi Global Komunitas Teritorial menghimpun lebih dari 36 juta warga
masyarakat adat dan komunitas lokal dari 24 negara yang melindungi 958 juta
hektar hutan. Anggota regional GATC mencakup Aliansi Masyarakat Adat Nusantara
(AMAN); Aliansi Masyarakat dan Hutan Mesoamerika (AMPB); Artikulasi Masyarakat
Adat Brasil (APIB); Koordinator Organisasi Masyarakat Adat di Cekungan Amazon
(COICA); dan Jaringan Masyarakat Adat dan Lokal untuk Pengelolaan Ekosistem
Hutan Secara Berkelanjutan di Afrika Tengah (REPALEAC), yang bersatu dalam
perlindungan teritori, penjagaan keanekaragaman hayati, dan pemajuan solusi
iklim melalui sistem penatakelolaan dan pengetahuan tradisional yang diwariskan
oleh leluhur.
Tentang Earth Insight
Earth Insight mengembangkan
alat transparansi kritis dan mendorong momentum untuk membatasi ancaman dari
bahan bakar fosil, pertambangan dan pengembangan industri lainnya terhadap
ekosistem esensial, masyarakat adat dan komunitas lokal. Penelitian, komunikasi
dan kegiatan advokasinya berperan sentral dalam mendukung intervensi kebijakan
yang dapat dilakukan oleh pelaku utama di bidang politik dan keuangan guna
melindungi ekosistem kritis sebagai langkah vital menuju penanganan krisis
keanekaragaman hayati dan krisis iklim.
Tentang AMAN
Aliansi Masyarakat Adat
Nusantara (AMAN) adalah organisasi hak masyarakat adat terbesar di Indonesia,
yang mewakili masyarakat adat dan komunitas lokal di seluruh wilayah Nusantara,
dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi hingga Papua, dari pesisir dan laut.
Didirikan untuk
memperjuangkan pengakuan dan perlindungan atas wilayah adat, pengetahuan
tradisional dan sistem penatakelolaan sendiri oleh masyarakat adat, AMAN
mengadvokasi pembaharuan agraria, model konservasi dari masyarakat adat, dan
solusi iklim yang dilandaskan pada praktik yang diterapkan secara
turun-temurun. AMAN bekerja untuk memastikan bahwa masyarakat adat diakui,
bukan sebagai penerima manfaat saja, melainkan sebagai arsitek masa depan yang
berkelanjutan bagi hutan, pesisir dan laut Indonesia.
.jpg)

.jpg)

.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)

.jpg)

