- IDXCarbon Jajakan Unit Karbon 90 Juta Ton Co2e Hingga Ke Brazil
- OJK Dinilai Memble, Kini Hasil Penyelidikan Investasi Telkom Pada GOTO Ditunggu
- Suara yang Dikenal dan yang Tidak Dikenal
- Sampah Akan Jadi Rebutan Sebagai Sumber Bahan Bakar
- Tenun Persahabatan: Merajut Warisan India dan Indonesia dalam Heritage Threads
- Manfaat Membaca yang Penting Kamu Ketahui
- Kisah Hanako, Koi di Jepang yang Berumur Lebih dari 2 Abad
- Hadiri Pesta Rakyat 2 di Manado, AHY Tegaskan Pentingnya Pemerataan Pembangunan Kewilayahan
- PFI Kepri Sambangi KSOP Batam, Perkuat Sinergi dan Semangat Foto Jurnalistik Maritim
- Belajar dari Makkah: Potensi Bio-Energi di Balik Sistem Pengolahan Limbah Modern
Nyamuk Ditemukan di Islandia: Pertanda Iklim Global Semakin Menghangat

ISLANDIA, yang selama ini dikenal
sebagai negara tanpa nyamuk, kini harus menghadapi kedatangan serangga
penghisap darah ini setelah penemuan mengejutkan di kawasan Kiðafell, Kjós.
Pada 16 Oktober 2025, Björn Hjaltason menemukan sebuah nyamuk betina di
kebunnya dan melaporkannya ke grup Facebook lokal bertajuk "Insects in
Iceland". Temuan ini mencerminkan dampak nyata perubahan iklim global yang
mempengaruhi ekosistem di daerah utara.
Setelah melakukan pengamatan lebih lanjut, Hjaltason
berhasil menangkap beberapa ekor nyamuk lainnya, termasuk nyamuk jantan. Ketiga
serangga ini kemudian dikirim ke Matthías Alfreðsson, seorang ahli entomologi
dari Icelandic Institute of Natural History, yang mengonfirmasi bahwa itu
adalah nyamuk dari jenis Culiseta annulata. Dalam pernyataan di media,
Hjaltason menyatakan, “benteng terakhir telah jatuh,” merujuk pada kenyataan
bahwa Islandia kini berbagi status dengan sedikit negara lain yang bebas dari nyamuk,
termasuk Antartika.
Meskipun penemuan ini signifikan, Hjaltason memperingatkan
bahwa masih terlalu awal untuk memastikan bahwa nyamuk tersebut telah menetap
secara permanen di Islandia. “Kita harus lihat apakah mereka bisa bertahan
melewati musim dingin,” ujarnya.
Baca Lainnya :
- BRIN Kembangkan Platform GEOMIMO untuk Ketahanan Pangan hingga Perdagangan Karbon0
- Menyingkap Rahasia Langit: Jejak Arkeoastronomi di Indonesia0
- Jejak Megalitik Pasemah: Ruang Sakral dan Warisan Leluhur0
- Tonggak Sejarah Medis Tanah Air: Robot Bedah Otak Pertama di Indonesia Hadir di Siloam Hospitals0
- Ini Penjelasan Peneliti BRIN Soal Fenomena Gerhana Bulan Merah Darah0
Ia juga menduga bahwa nyamuk tersebut mungkin telah tiba
melalui kapal atau kontainer di pelabuhan Grundartangi, yang terletak sekitar
enam kilometer dari rumahnya. "Kalau tiga ekor saja bisa sampai ke kebun
saya, kemungkinan besar ada lebih banyak di luar sana," tambah Hjaltason.
Kondisi lingkungan di Islandia belakangan ini semakin
memprihatinkan. Suhu di negara tersebut meningkat empat kali lebih cepat
dibandingkan rata-rata global di belahan utara. Fenomena mencairnya es di
gletser menjadi pertanda bahwa kehidupan di kawasan utara mulai mengalami
perubahan. Berdasarkan laporan The Guardian, perubahan suhu ini membuka peluang
bagi spesies baru, seperti nyamuk, untuk bertahan hidup.
Alfreðsson menjelaskan bahwa Culiseta annulata adalah
spesies yang relatif tahan terhadap cuaca dingin. Mereka dapat bertahan di
tempat-tempat tertutup seperti gudang atau ruang bawah tanah selama musim
dingin. Meskipun nyamuk ini tidak merupakan pembawa penyakit berbahaya seperti
Aedes aegypti atau Aedes albopictus, kehadirannya tetap menjadi sinyal bahwa
batas ekologi serangga semakin bergeser akibat perubahan iklim.
Penemuan nyamuk di Islandia bukanlah kasus unik. Di Eropa,
Inggris juga melaporkan ditemukannya telur dari jenis nyamuk tersebut di Kent,
yang sejatinya adalah spesies yang biasa ditemukan di daerah tropis.
Kasus-kasus seperti ini menandakan bahwa kita tengah menyaksikan perubahan
besar dalam distribusi biologis akibat pemanasan global.
Para ilmuwan dan peneliti semakin khawatir bahwa perubahan
iklim tidak hanya akan mempengaruhi suhu dan cuaca, tetapi juga mengancam
keseimbangan ekosistem yang sudah ada. Ketidakpastian tentang bagaimana spesies
yang baru tiba akan beradaptasi dan berinteraksi dengan spesies lokal menjadi
perhatian yang harus ditindaklanjuti.
Sebagai tambahan, para ahli mengingatkan bahwa nyamuk bukan
satu-satunya spesies yang dapat mengubah perilaku atau distribusinya. Perubahan
iklim dapat membawa dampak lebih luas terhadap biodiversitas dan keseimbangan
jaring makanan.
Dengan menyaksikan situasi ini, penting bagi masyarakat
untuk tetap waspada dan mendukung upaya penelitian yang bertujuan untuk
memahami lebih dalam mengenai perubahan ini dan bagaimana dampaknya terhadap
kehidupan di Bumi.
.jpg)

.jpg)

.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)

.jpg)

