Pengasaman Laut di Perairan Paparan Sunda Dua Kali Lebih Cepat dari Rata-Rata Global

By PorosBumi 16 Des 2025, 10:16:00 WIB Sains
Pengasaman Laut di Perairan Paparan Sunda Dua Kali Lebih Cepat dari Rata-Rata Global

JAKARTA Laut sering kita bayangkan sebagai bentangan biru yang dipenuhi ikan dan terumbu karang. Namun, ada perubahan kimiawi senyap yang kini berlangsung di bawah permukaannya, yaitu pengasaman laut (ocean acidification).

Fenomena global ini juga terjadi dengan sangat cepat di perairan Indonesia, terutama di kawasan Paparan Sunda, yang mencakup perairan barat Indonesia, Selat Malaka, Selat Singapura, Laut Natuna, Selat Karimata, dan Laut Jawa. Penelitian terbaru Profesor Riset Biogeokimia Laut – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), A’an Johan Wahyudi, menunjukkan bahwa laju penurunan pH di wilayah ini bahkan dua kali lebih cepat dibandingkan rata-rata global.

Dalam wawancara Selasa (9/12), A’an menjelaskan, pengasaman laut terjadi ketika karbon dioksida (CO₂) dari atmosfer larut ke laut. Ketika CO₂ larut dalam air laut, sebagian kecil berubah menjadi asam karbonat, yang kemudian terdisosiasi menjadi bikarbonat dan ion hidrogen (H⁺). Peningkatan H⁺ inilah yang menyebabkan pH laut menurun.

Baca Lainnya :

Ia menerangkan, pH laut secara alami berada di kisaran 8,1. Penurunan kecil sekalipun dapat berdampak signifikan pada organisme berkalsium. Penurunan pH laut sebesar 0,1–0,2 unit (misalnya dari 8,1 menjadi 7,9–7,8) dapat menurunkan ketersediaan ion karbonat secara signifikan dan berdampak pada organisme seperti karang dan kerang, yang artinya bisa sangat berdampak pada ekosistem laut, terangnya.

Kondisi yang lebih ‘asam’ akan melarutkan kalsium karbonat, sehingga organisme seperti terumbu karang, kerang, siput, dan plankton yang membutuhkan cangkang kapur sulit tumbuh optimal.

Di kondisi alami, sistem karbonat laut stabil. Namun kini, CO₂ atmosfer terus meningkat, dan di kawasan Paparan Sunda terdapat tekanan tambahan berupa aliran karbon organik dari lahan gambut Sumatra dan Kalimantan. Bahan organik tersebut terbawa ke laut melalui sungai, kemudian terurai dan mempercepat penurunan pH.

“Di kawasan tropis seperti kita, proses biogeokimia lokal membuat pengasaman laut berlangsung lebih cepat,” tambah A’an.

Paparan Sunda juga dipengaruhi oleh monsun, arus sungai besar, serta aktivitas manusia. Penelitian selama tujuh tahun yang dilakukan BRIN bersama Nanyang Technological University (NTU) dan National University of Singapore (NUS) memotret kondisi kimia laut secara detail di Selat Singapura sebagai lokasi representatif.

Hasilnya menunjukkan bahwa pH laut sering berada di bawah angka 8, lebih rendah dari kondisi ‘aman’ bagi organisme berkalsium.

Kemudian, kejenuhan aragonit—parameter penting bagi pertumbuhan terumbu karang—sering jatuh di bawah 2,5. Padahal, karang membutuhkan nilai 2,5–4 untuk tumbuh optimal.

Fluktuasi pH juga tergolong tinggi, mencapai 0,11–0,19 unit per tahun, dipengaruhi oleh pergantian musim monsun.

Temuan yang paling menonjol adalah tren penurunan pH mencapai –0.043 unit per dekade, dua kali lebih cepat daripada rata-rata global (–0.019). Penurunan ini terjadi karena laut menyerap CO₂ dari udara serta akibat penguraian bahan organik dari kawasan gambut. Kombinasi keduanya membuat kondisi di perairan ini berbeda dibandingkan wilayah lain.

“Jika kondisi menjadi lebih ‘asam’, kalsium karbonat akan terlarut. Artinya, karang dan organisme berkalsium tidak bisa tumbuh optimal,” kata A’an.

Ketika karang melemah, seluruh ekosistem ikut terpengaruh. Keanekaragaman hayati menurun, produktivitas perikanan merosot, rantai makanan terganggu, dan pariwisata bahari pun terdampak. Ini bukan masalah kecil, mengingat, sekitar 60 persen penduduk Indonesia bergantung pada sumber daya pesisir untuk pangan dan penghidupan.

Waktu Deteksi Tren: 5 Tahun

Dengan rentang data tujuh tahun, penelitian ini juga menghitung Trend Detection Time (TDT), yaitu waktu minimal untuk mendeteksi perubahan jangka panjang. Hasilnya menunjukkan masa deteksi minimum sekitar lima tahun.

“Artinya, dengan pemantauan rutin selama lima tahun saja, Indonesia dapat mengetahui arah perubahan kimia laut dengan akurasi tinggi, baik untuk rekonstruksi masa lalu (hindcast) maupun proyeksi masa depan (forecast),” jelas A’an.

Dengan tren penurunan sekitar 0,04 unit per dekade, jika pH saat ini berada di 8, maka dalam 10 tahun bisa turun menjadi sekitar 7,96. Secara kasat mata, angka ini tampak kecil. Tetapi bagi karang, pergeseran tersebut sangat signifikan.

Pengasaman laut bukan proses yang bisa dihentikan secara instan. Namun, A’an menyampaikan beberapa langkah untuk memperlambatnya.

Pertama, mengurangi emisi karbon. Program penyerapan karbon berbasis alam, pelestarian hutan, dan pengurangan emisi industri akan sangat berpengaruh.

Kedua, Indonesia perlu membangun sistem observasi laut nasional yang tidak hanya memantau aspek fisik, tetapi juga parameter kimia penting seperti pH, tekanan CO₂, oksigen, dan nutrien. Pemantauan ini dibutuhkan karena kawasan seperti Paparan Sunda dipengaruhi tidak hanya oleh CO₂ atmosfer, tetapi juga oleh masukan bahan organik dari lahan gambut.

“Pemantauan jangka panjang menjadi dasar mitigasi. Tanpa data yang lengkap dan konsisten, Indonesia tidak akan mengetahui kondisi laut secara akurat, sehingga kebijakan sulit disusun berdasarkan bukti,” tegas A’an.

Saat ini, sistem observasi yang berjalan—umumnya oleh BMKG dan BIG—baru mencakup parameter fisik seperti gelombang, arus, pasang surut, dan angin. Sementara pemantauan kimia dan biologi laut masih sporadis.

A’an menekankan perlunya integrasi pemantauan fisik, kimia, dan biologi dalam satu sistem sesuai standar Global Ocean Observing System (GOOS). Menurutnya, komitmen untuk membangun sistem observasi laut yang utuh menjadi langkah penting agar Indonesia mampu merespons perubahan laut dengan lebih baik.

Dengan meningkatkan pemantauan dan menekan emisi karbon, Indonesia masih memiliki peluang memperlambat laju pengasaman laut. “Kepedulian terhadap ancaman pengasaman laut ini perlu ditingkatkan. Karena hanya dengan memahami ancamannya, kita bisa mengambil langkah untuk melindungi laut kita,” pungkas A’an. (tnt)

 




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment